Media Berbagi Ilmu

Blog ini terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar dan berbagi, karena dunia lebih indah apabila kita saling mengisi dan tak lelah mengupgrade diri

Rabu, 26 Oktober 2011

Sekilas tentang PP 71 Tahun 2010, SAP berbasis akrual


Isu terkini didalam pelaksanaan akuntansi keuangan daerah adalah mengenai penerapan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP Nomor 24 Tahun 2005. Dimana PP 71 merupakan penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual murni meskipun didalam peraturan tersebut juga masih diakomodir pilihan menerapkan basis kas  menuju akrual sebagaimana yang diatur didalam PP nomor 24 tahun 2005 selama masa transisi dimana pelaksanaan akrual murni paling tidak harus diterapkan paling lambat empat (4) tahun setelah peraturan ini diterbitkan.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi di bidang akuntansi terutama untuk penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
          Apa yang dimaksud dengan akuntansi berbasis akrual, yaitu suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat.

Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya tersebut.
Jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).  Keberadaan pos piutang, aset tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual.
Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka kelebihan yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk Laporan Operasional atau Laporan Surplus/Defisit.
Dengan demikian, perbedaan kongkrit yang paling memerlukan perhatian adalah jenis/komponen laporan keuangan. Perbedaan mendasar SAP PP 24/2005 dengan SAP Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas pemerintah melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan.  Secara ringkas perbedaan komponen laporan keuangan basis akrual dengan basis kas menuju akrual disajikan pada Lampiran II.
Walaupun basis akrual berlaku efektif  untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun 2010, tetapi apabila entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (pasal 7 PP 71 tahun 2010).

STRUKTUR SAP BERBASIS AKRUAL
Didalam struktur SAP berbasis akrual berdasar PP 71 Tahun 2010 terdapat tambahan pernyataan standar akuntansi yaitu pada pernyataan PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional, adapun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)terdiri dari: PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan; PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran; PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas; PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan; PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan; PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi; PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap; PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan; PSAPN 09 tentang Akuntansi Kewajiban; PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa; PSAPN 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian; dan PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
Perbedaan antara PP 71 dengan PP 24 juga terdapat pada komponen laporan keuangan, dimana pada PP 24 terdapat empat (4) jenis laporan keuangan yaitu : 1. Neraca; 2. Laporan Arus Kas; 3. Laporan Realisasi Anggaran; 4. Catatan atas Laporan Keuangan. Didalam PP 71 laporan keuangan yang harus disusun oleh Pemda bertambah menjadi enam (6) jenis laporan keuangan yaitu :Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL); Neraca; Laporan Arus Kas; Laporan Operasional; Laporan Perubahan Ekuitas; Catatan atas Laporan Keuanggan. secara garis besar, penjelasan tentang jenis-jenis laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut:

LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Meskipun basis yang harus digunakan adalah basis akrual, khusus untuk LRA masih menggunakan cash basis yang menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja transfer surplus/defisit LRA dan belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Struktur LRA tidak ada perubahan yang terdiri dari: Pendapatan-LRA, Belanja, Transfer, Surplus/defisit-LRA, Pembiayaan, Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA).

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
      Laporan ini melaporkan mutasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang merupakan akumulasi saldo SiLPA/SiKPA dari LRA, adapun  struktur SAL adalah sebagai berikut: Saldo Anggaran Lebih awal; Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; danLain-lain

NERACA
Merupakan laporan keuangan yang telah menerapkan basis akrual, karena itu tidak terdapat perbedaan signifikan hanya saja ada sedikit tambahan pos-pos didalam sisi asset dan perubahan format pada sisi ekuitas, dimana ekuitas dana tidak dirinci kedalam EDL, EDI dan EDC tapi merupakan jumlah total selisih antara asset dan kewajiban, perubahan itu jadi membuat format neraca lebih sederhana. format neraca terdiri dari Aset, Kewajiban dan Ekuitas (tanpa dirinci lebih lanjut ke EDL, EDI, EDC)

LAPORAN OPERASIONAL
          Format laporan operasional terdiri dari : Pendapatan-LO dari kegiatan operasional, Beban dari kegiatan operasional, Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada, Pos luar biasa, bila ada, Surplus/defisit-LO. perbedaan signifikan  LO dan LRA terletak pengakuan belanja dan beban. Diatas telah dijelaskan bahwa penyusunan LRA masih menggunakan kas basis dalam arti kata pengakuan belanja di LRA adalah sebesar kas yang dikeluarkan dari kas daerah, juga pendapatan diakui pada saat diterima dikas daerah. Sedangkan pengakuan beban pada laporan operasional adalah juga meliputi kewajiban/biaya yang timbul meskipun belum dibayar tidak semata-mata melihat apakah kas tersebut sudah keluar atau belum dari kas daerah. hal yang sama juga berlaku pada pengakuan pendapatan yaitu pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut. Pengertian timbulnya hak tersebut  perlu dijelaskan bahwa timbulnya harus  ditandai dengan suatu dokumen yang menyatakan bahwa benar-benar hak tersebut diperkirakan dapat direalisasikan. Dalam pengertian ini tidak termasuk potensi-potensi sumber-sumber daya yang belum dieksploitasi (national resources), misalnya kandungan minyak, kandungan batu bara, ikan, hutan, dan sebagainya. 

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos: Ekuitas awal Surplus/Defisit LO pada periode bersangkutan, dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas dana

HUBUNGAN ANTAR LAPORAN KEUANGAN
PP 71 mengakomodasi dua jenis pelaporan, yaitu laporan pelaksanaan anggaran dan laporan financial. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Sedangkan laporan financial terdiri dari neraca, Laporan Operasional, Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan dan laporan perubahan ekuitas.

STRATEGI PENERAPAN SAP BERBASIS AKRUAL (PP 71 2010)
Didalam menerapkan PP 71, hendaknya setiap pemda merumuskan strategi yang dimulai dari aturan pelaksanaan menyangkut penyiapan aturan pelaksanaan dan kebijakan akuntansi, kemudian pengembangan sistem akuntansi dan TI, pengembangan kapasitas SDM, semua itu harus disosialisasikan agar ada keseragaman pandangan didalam pelaksanaan teknis akuntansi diseluruh SKPD.
Demikian sekilas tentang penerapan PP 71, semoga dapat memberikan gambaran umum tentang persiapan apa yang harus dilakukan didalam masa transisi penerapan SAP berbasis akrual.


Selasa, 25 Oktober 2011

Kegiatan Pembinaan Penatausahaan Keuangan SKPD

Terkait dengan fungsi pembinaan penatausahaan keuangan SKPD dalam rangka menuju pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel, bidang akuntansi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kapuas Hulu sejak tahun 2008 telah menjadwalkan secara rutin program kegiatan pembinaan kepada satuan kerja perangkat daerah. Karena begitu luasnya wilayah kabupaten kapuas dengan total luas 29.842 km persegi, jumlah SKPD mencapai 57 SKPD dengan 23 kecamatan, 208 desa dan 4 kelurahan, kegiatan tersebut dibagi dalam empat (4) tahap. Tahap pertama, adalah pembinaan yang dilakukan kecamatan-kecamatan yang berada pada jalur lintas selatan, tahap kedua untuk SKPD-SKPD dalam kota dipusatkan di Kantor Camat Putussibau Selatan, tahap tiga dilakukan pembinaan untuk SKPD-SKPD kecamatan yang berada pada jalur lintas utara yaitu jalur yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan perbatasan malaysia-indonesia dan terakhir untuk SKPD-SKPD dalam kota yang dipusatkan dikantor camat Putussibau Utara. 

Pembinaan yang telah berlangsung selama ini telah memberikan dampak positif, dengan meningkatnya kemampuan rekan-rekan di SKPD-SKPD dalam melaksanakan sistem akuntansi sampai penyusunan laporan keuangan meskipun tidak sempurna tetapi paling tidak apa yang menjadi kewajiban SKPD untuk membuat dan menyampaikan pertanggungjawaban keuangan dapat terlaksana sesuai ketentuan. Kedepannya, semoga kegiatan tersebut terus berlanjut dan mendapatkan respon yang positif dari semua pihak terkait.


Senin, 24 Oktober 2011

Action Plan menuju WTP

Pertemuan antara BPK-RI dengan kabupaten-kabupaten kota se kalbar pada hari kamis tanggal 20 Oktober 2011 minggu lalu dengan tujuan untuk merumuskan langkah-langkah menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian. Dimana selama ini, penilaian dari BPK-RI selaku Pemeriksa Keuangan Pemerintah telah menjadi cambuk bagi pemda-pemda untuk terus menerus memperbaiki pengelolaan keuangannya, kenapa? karena kualitas laporan keuangan pemda tercermin melalu penilaian atau opini yang diberikan oleh BPK-RI terhadap laporan keuangan pemerintah daerah setelah melalui proses pemeriksaan yang meliputi penilaian terhadap kepatuhan atas perundang-undangan dan kesesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan yang merupakan prinsip berterima umum yang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah didalam menyusun laporan keuangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban negara/daerah atas penggunaan dana APBN/APBD. 

Ada beberapa hal yang disorot didalam temuan pemeriksaan BPK-RI yang juga menjadi masalah umum hampir disemua kabupaten. Pertama masalah aset tetap yang disoroti terutama adalah pengelolaan dan penatausahaan aset tetap selama ini masih belum memadai akibat beberapa faktor, kendala SDM para bendahara barang yang masih belum terbina dengan baik sehingga minimnya pengetahuan dan ketrampilan mereka tentang bagaimana menatausaha aset tetap mulai dari tahap inventarisir sampai perlakuan akuntansi atas aset tetap tersebut. Tidak tertibnya penggunaan aset tetap juga menjadi penyumbang terbesar masalah aset tetap tersebut sehingga mengakibatkan banyak terjadi pencatatan ganda aset tetap, tidak terdeteksi keberadaan aset tetap dan pemakaian aset tetap tidak sesuai peruntukan. Selain itu banyak ditemukan aset tetap tanah yang masih belum bersertifikat dan bernilai nihil, hal tersebut semakin menyulitkan para pemegang barang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian mengenai penatausahaan persediaan bahan habis pakai terkait teknis pencatatan atau akuntansi persediaan belum mencerminkan kondisi sebenarnya, kesalahan penganggaran pembayaran kepada pihak ketiga pada belanja barang dan jasa yang seharusnya dianggarkan didalam pembiayaan, banyak belanja modal yang diserahkan kepada masyarakat namun belum melalui proses yang benar karena belum disertai berita acara hibah dari kepala daerah kepada masyarakat.

Masalah lainnya adalah tidak tertibnya pengelolaan keuangan sehingga mengakibatkan masih banyak terjadi keterlambatan para bendahara didalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atau SPJ kepada PPKD. Bantuan sosial yang belum dilengkapi dengan SPJ, dan masalah-masalah klasik lainnya yang hampir sama disetiap kabupaten memberikan kontribusi atas opini tidak wajar, disclaimer, wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dengan kondisi-kondisi diatas, setiap pemangku keputusan didalam birokrasi sampai pelaksana teknis hendaknya sungguh-sungguh memegang teguh komitmen untuk melaksanakan action plan perbaikan dan tindak lanjut, mencari solusi bagi permasalah yang terjadi tidak saja dari segi perbaikan sumber daya manusianya, namun juga bagaimana memperbaiki birokrasi dengan motto " The Right Man on The Right Place", memberikan reward and punishment agar kita para pelaksana roda pemerintahan benar-benar taat pada aturan yang berlaku, memperbaiki kinerja dan mampu merumuskan strategi yang benar-benar sanggup memecahkan masalah dimasa yang akan datang. Barulah kita akan bisa menyusun laporan keuangan yang berkualitas sehingga mencapai opini " Wajar Tanpa Pengecualian " bukanlah sesuatu yang mustahil. Memang Opini BPK-RI bukanlah segalanya karena kadang opini tergantung juga dari objektifitas dan kualitas pemeriksaan,dimana obyek pemeriksaan berdasarkan sample dalam arti kata tidak mencakup seluruh SKPD sehingga mungkin ada yang terlewati tetapi sudah pasti hasil pemeriksaan akan menjadi dasar-dasar oleh berbagai pihak untuk merumuskan kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan penting untuk arah pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana tuntutan masyarakat sehingga tingkat risiko kebocoran uang negara bisa teratasi paling tidak diminimalisir dan komitmen bersama kita adalah menuju Wajar Tanpa Pengecualian,melalui ketaatan dan kepatuhan pada undang-undang dan peningkatan kualitas laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.